Guru adalah garda terdepan penyokong keberhasilan pendidikan di sebuah bangsa termasuk di Indonesia khususnya, terlepas apakah guru tersebut berstatus honorer, PNS, P3K guru tetap maupun guru tidak tetap yayasan, kesemuanya memegang peranan penting dalam upaya tercapainya salah satu tujuan nasional sebagaimana diamanatkan oleh undang-undang dasar seperti tersurat dalam pembukaan UUD 1945 alinea keempat yang berbunyi “…dan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa”. Sehingga dari situlah jelas bahwasannya Negara dalam hal ini wajib menjamin pendidikan yang layak bagi warga negara secara menyeluruh dari Sabang sampai Merauke. Guru merupakan embrio dari sekian banyak kebesaran sebuah bangsa ibarat kata segala macam profesi tidak lepas dari campur tangan seorang guru mulai dari jenjang yang paling dasar PAUD sampai perguruan tinggi sekalipun, termasuk pendidikan formal maupun non formal. Orang dan tokoh besar tidak muncul dengan sendirinya melainkan atas jasa dari seorang guru. Dengan demikian profesi guru memegang peranan penting bagi kemajuan sebuah bangsa. Ditinjau dari gambaran tersebut maka sudah sepatutnyalah profesi guru sebagai pendidik diapresiasi oleh pemerintah, hal tersebut kiranya dari tahun ke tahun menjadi fokus pemerintah terutama dalam upaya mengoptimalkan kinerja guru dengan meningkatkan kesejahteraan guru melalui banyak program mulai dari pemberian tunjangan sertifikasi kepada pendidik, program bantuan pendidikan tunjangan untuk honorer pengadaan CPNS, P3K dan sebagainya.
Terlepas dari banyaknya program pemerintah dalam
upaya meningkatkan kesejahteraan guru di seluruh penjuru nusantara ternyata
tidak kesemuanya tersentuh, masih banyak teman-teman guru honorer yang bernasib
kurang beruntung karena tak tersentuh kebijakan padahal sumbangsihnya selama
ini sudah tidak diragukan lagi. Sampai saat ini masih banyak teman-teman guru
yang bertahan dengan upah 200 s.d. 300 ribuan saja setiap bulan, bisa
dibayangkan bagaimana guru tersebut menghidupi keluarganya, sehingga banyak
kita temui di lapangan guru yang terpaksa harus bekerja serabutan tambal ban, berjualan,
atau mencari kayu bakar di hutan bahkan ada yang sampai mengamen untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari. Sangat mustahil bertahan dengan upah mengajar yang tidak
manusiawi tersebut. Lebih mirisnya lagi ketika penjaringan P3K tahun 2021
kemarin teman-teman guru yang sudah puluhan tahun mengabdi yang berharap agar
lulus untuk mendapatkan pengangkatan sebagai tenaga pendidik kontrak terkendala
banyak hal mulai dari kesulitan mengikuti tes CBT karena usianya yang lanjut
sehingga tidak familiar dengan perangkat komputer yang ada, tersingkir dengan
yang muda yang memiliki sertifikat pendidik, terkendala ijazah yang tidak
linier dan sebagainya. Kami menjumpai Bapak/ibu yang usianya mencapai 58 dan
mengikuti tes P3K menangis karena merasa ketinggalan dengan teman-teman yang
muda. Bayangkan mereka yang telah puluhan tahun mengabdi masih harus dites
dengan standar kekinian melawan anak-anak muda yang notabene adalah anak didik
mereka ketika masih duduk di bangku sekolah tentunya demi Nomor Induk Pegawai yang diterbitkan pemerintah. Bukankah akan adil
dan berkeadilan jika standar penetapan P3K atau CPNS khususnya bagi guru dengan
pengabdian bertahun-tahun dibuat sedemikian rupa yang sesuai dengan kemampuan
mereka dan dikhususkan?, tentunya jika dipukul rata kemampuan berpikir tentang
materi perkuliahan sebagaimana dalam tes P3K yang ada akan menyulitkan mereka
untuk memenuhi standar kemampuan akademis tersebut. Seharusnya pemerintah
mengapresiasi bagaimana kesabaran guru honorer dalam menghabiskan waktunya
membimbing siswa siswinya dalam belajar.
Pahit getir nasib honorer tentunya tidak sampai disitu, bahkan akhir-akhir ini kita jumpai guru harus menjalani proses hukum karena dipidanakan oleh oknum wali murid dengan dalih penganiayaan maka si guru harus mendekam di balik jeruji besi, banyak penganiayaan yang dilakukan oleh siswa kepada Bapak/Ibu guru. Kondisi yang begitu memprihatinkan bagi guru honorer di Indonesia lainnya adalah bagaimana kewajiban guru honorer di beberapa sekolah negeri masih dipukul rata antara guru PNS ataupun honorer, sebut saja tentang jam pulang sekolah. Bayangkan teman-teman honorer dengan upah yang sangat tidak layak masih harus berkutat dengan kewajiban yang sama dengan PNS semisal pembuatan perangkat pembelajaran dengan biaya mandiri atau administrasi lainnya bahkan tidak jarang teman-teman honorer harus berjibaku dengan kegiatan yang seharusnya bukan menjadi tanggung jawabnya semisal sebagai operator ataupun yang lainnya, padahal untuk makan saja mereka masih harus berpikir dua tiga kali bahkan lebih. Sehingga perlu banyak perhatian dari pemerintah dalam upaya mengontrol kebijakan bagi guru-guru honorer yang telah mengabdikan dirinya selama bertahun-tahun demi kemajuan pendidikan di Indonesia, mengenai keikhlasan teman-teman guru tersebut tidak perlu kita pertanyakan lagi namun yang terpenting adalah bagaimana supaya pengorbanan mereka patut diapresiasi sebagaimana mestinya karena itu adalah hak yang mestinya mereka terima.
0 komentar:
Posting Komentar
Monggo dikritik nggeh ???????